Bikersnote – Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, telah menjadi salah satu obyek wisata impian bagi banyak orang. Namun untuk menjelajahinya dengan menggunakan motor, mungkin belum banyak yang melakukannya. Di antara para adventure riders yang pernah mengunjungi Sumba, terdapat tiga biker dari Motor Besar Indonesia (MBI) DKI Jakarta.
Pemicunya ternyata mudah saja. Diawali dengan nongkrong dan bercanda-canda saja, tiba-tiba muncullah kalimat, “Yuks, kita touring ke Sumba? Kita bertiga aja dulu, ” cetus Bro Peter, yang juga merupakan Penasihat MBI. Ajakan pria berpenampilan cool ini pun disambut dua biker lain yang saat itu sedang nongkrong bersama: Bro Ferdi (Kepala Bidang Kegiatan MBI DKI Jakarta) dan Bro Hamzah Fansuri atau Uwy (Wakil Ketua I MBI DKI Jakarta).
Dalam kurun waktu 2 minggu rencana pun menjadi kenyataan. Ketiga biker ini pun berangkat ke Sumba. Perjalanan dimulai pada pertengahan Maret 2019. Pengiriman motor –ketiganya menggunakan motor adventure— dilakukan melalui Jakarta menuju Surabaya, untuk selanjutnya berangkat bersama Kapal Laut dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Jiwa petualangan yang kuat pun membuat para biker ini ikut menyebrang bersama motor mereka, menggunakan Kapal Pelni Egon menuju Waingapu, Sumba. Perjalanan ditempuh dalam waktu 3 hari 2 malam. Berikut catatan perjalanan dari ketiga biker ini, seperti disampaikan oleh Bro Uwy.
Hari 1 : Kesan pertama selalu dikenang
Akhirnya kami pun sampai di Pelabuhan Waingapu, Sumba. Motor kami turunkan dari kapal, dan kami mulai merasakan tanah Sumba. Kami pun segera menyalakan mesin motor, dan melaju menuju Hotel. Usai istirahat sejenak, kami memulai penjelajahan kami di Sumba. Yang pertama kami kunjungi adalah Pantai Watu Parunu. Lokasinya sekitar 130 km dari Waingapu, kota tempat kami menginap. Pantai Watu Parunu termasuk dalam Kecamatan Wulla Waijelu, Sumba Timur.
Tiba di pantai ini, rasanya seperti berada di ujung dunia. Pantai indah ini memberikan pemandangan laut luas, seakan mata kami dapat melihat menembus ujung dunia. Pantainya bersih dan suasananya cenderung hening, dengan hanya suara debur ombak menyapa telinga. Kedamaian serta merta terasa di dalam relung dada kami. Di pantai ini terdapat tebing batu putih yang merupakan ciri khas Pantai Watu Parunu. Bentuknya mirip batu marmer besar, mungkin batu ini dulunya adalah bahan permainan para dewa Asgard bak di komik Marvel. Begitu gagah dan indah.
Jika tak ingat waktu, mungkin kami memilih beristirahat di Watu Parunu. Namun, terdengar suara yang mengingatkan masih banyak tempat yang mesti didatangi, dan waktu libur yang terbatas. Ah! Dengan sedikit enggan, kami pun kembali melajukan motor kesayangan kami.
Sekitar satu jam berkendara, rasa enggan itu sungguh terbayar. Tampak di depan kami air terjun dengan kolam berisi air bening tampak kebiruan. Bagaimana mungkin bisa terhindarkan rasa ingin terjun ke dalamnya? Lokasi ini bernama Air Terjun Wai Marang, dengan jarak sekitar 80 km dari Pantai Watu Parunu. Kami tiba di sini sekitar menjelang sore.
Usai menyegarkan tubuh kami, motor kembali kami lajukan. Sepanjang jalan, tak lain hanya keindahan yang kami lihat. Semakin ingin kami jelajahi seluruh sentimeter di Tanah Sumba ini. Sekitar 50 km dari Air Terjung Wai Marang, kembali kami memarkir motor kami di sebuah pantai. Pesona sunset seakan menghipnotis kami. Walau sebenarnya dari segi lokasi mungkin lebih baik untuk menikmati sunrise, namun di Pantai Walakiri waktu matahari terbenam pun memberi kesan magis bagi kami. Segera kami merogoh kantung, mengeluarkan telepon genggam, dan… berswafoto.
Hari 2: Indonesia berbudaya, budaya Indonesia
Hari kedua, kami melanjutkan perjalanan di tanah Sumba. Pagi hari, tepat setelah matahari terbit, kami telah bersiap untuk kembali bermotor di Sumba. Kembali, kami sangat menikmati pemandangan dan jalur yang penuh tikungan. Saking indahnya pulau ini, berhenti di mana pun sepertinya cocok saja menjadi tempat berswafoto.
Sekitar 50 km dari Waingapu, kami tiba di Pantai Puru Kambera. Pantai yang terletak di Kecamatan Haharu ini memiliki pasir putih, laut biru, dan pemandangan pepohonan yang indah. Mungkin sulit bagi penduduk Jawa untuk menemukan pemandangan macam ini. Satu lagi, pantai ini terkenal sebagai lokasi snorkeling. Jadi, jangan sampai datang terlampau malam. Sempatkan berenang di pantai ini.
Usai menyapa terumbu karang di timur Sumba, kami pun bergerak menuju Kampung Praijing. Sejak berangkat, kami sudah sedikit mencari tahu mengenai Sumba, dan lokasi ini menjadi salah satu must visit atau wajib didatangi. Kampung Praijing kira-kira berjarak 150 km dari Puru Kambera. Kampung Praijing berada di Bukit Praijing, Kecamatan Waikabubak, Sumba Barat. Ciri khas kampung budaya ini adalah barisan rumah adat dengan di antaranya terdapat rumah dengan menara. Rumah dengan menara tersebut dinamakan Uma Mbatangu, yaitu pada bagian menara tersimpan bahan makanan hingga barang pusaka. Rumah tanpa menara disebut Uma Bokulu.
Kami terpukau dengan keindahan alam dan kawasan kediaman penduduk Kampung Praijing yang rapi dan cenderung majestic. “Masyarakat di sana sangat baik dan menerima kami dengan tangan terbuka, ” kata Bro Peter, bersyukur. Jika Anda ingin melihat kebiasaan hidup khas tradisional Sumba, Kampung Praijing merupakan lokasi yang tepat. Dari segi desain rumah hingga ukiran tiang rumah, menjadi bahan memperkaya pengetahuan. Jika Anda ingin membawa cindera istimewa, di sini terdapat kain Tenun Ikat khas Sumba yang sangat indah, dan mengesankan karena semua dibuat hand-made.
Menjelang siang, kami kembali memacu motor. Tujuan kali ini, kembali adalah pantai. Sumba yang merupakan pulau dengan luas sekitar 11.000 km2 ini dikelilingi berbagai pantai indah, sehingga bisa dipastikan jelajah pantai akan menjadi menu wisata di pulau Sumba.
Tiba di Pantai Mbawana, hamparan pasir putih menyapa pandangan kami. Air laut yang tampak biru langsung melelehkan keletihan kami. Mbawana memiliki ciri khas adanya tebing karang dengan lubang bak gerbang di dalamnya. Magnificent!
Mengingat waktu, kami segera melajukan motor kami untuk menjelajahi bagian Barat Daya Pulau Sumba. Dari Pantai Mbawana, kami menuju Pantai Mandorak yang berada di dekat Danau Weekuri. Seperti kebanyakan pantai di Sumba, pasir putih kembali tampak menghampar di kawasan Pantai Mandorak. Yang menjadi ciri khas pantai ini adalah dua tebing yang seperti mengapit pantai di Desa Kodi ini. Dengan pasir berkilau dan ombak yang cukup besar, Pantai Mandorak tak jarang menjadi pilihan para peseluncur internasional. Namun karena lokasinya yang cenderung tersembunyi, mungkin banyak juga yang belum tahu tentang pantai di pesisir Selatan Sumba ini. Jika Anda beruntung, mungkin Anda dapat bertemu lumba-lumba yang sedang berenang di kawasan ini, atau kura-kura yang sedang menyimpan telurnya di pantai.
Tak jauh dari Pantai Mandorak, terdapat Danau Weekuri. Danau ini berair asin. Pasalnya, air laut masuk menembus dari bebatuan di dalam danau. Keindahan danau dengan air berwarna biru kehijauan ini sangat memukau. Dari pengalaman kami, danaunya tidak dalam, sehingga cukup aman jika Anda kurang ahli dalam berenang. Satu lagi, airnya jernih alias bening!
Hari 3: tiga kali pesona
Memasuki hari ketiga, kami nyaris tak sabar untuk menyaksikan keindahan lain Pulau Sumba. Dua hari sebelumnya telah berhasil menarik hati kami. Hari ini rencananya kami ingin menjelajah lebih jauh, menikmati berbagai kekayaan alam di Sumba. Hari ini kami akan menyambangi tiga jenis wisata sekaligus: perbukitan, air terjun, dan pantai.
Tujuan pertama kami adalah Perbukitan Lendongara. Bukan karena kenangan masa kecil, tapi ini mirip betul dengan bukit di salah satu film anak, Teletubbies. Bukit Lendongara memiliki kontur bergelombang, namun keseluruhannya tertutup padang rumput hijau segar. Savana luas ini sungguh menyehatkan mata rasanya.
Dari Bukit Lendongara, kami menuju Air Terjun Waikelo Sawah dan Air Terjun Lapopu. Perjalanan ditempuh dengan melewati perbukitan dan berkelok, plus… pemandangan pantai yang menakjubkan. “Hari ini benar-benar seperti berada di surganya Indonesia,” kata Bro Ferdi sambil tersenyum.
Kedua air terjun di atas punya karakter berbeda. Air Terjun Waikelo Sawah yang berada di area Bendungan Waikelo Sawah membentuk air terjun dari derasnya air yang berasal dari sebuah gua. Airnya jernih. Alirannya memberikan kesan ketenangan. Sedangkan Air Terjun Lapopu sebaliknya. Air Terjun Lapopu merupakan air terjun tertinggi di Sumba, yaitu sekitar 90 meter. Letaknya pun di kawasan Taman Nasional Menupeu Tanah Daru. Di bawahnya, wisatawan tetap dapat berenang dan merasakan kesegaran air Lapopu.
Usai mengunjungi Air Terjun, kami kembali menyusuri bagian Selatan Sumba, dan menuju Pantai Tarakaha dan Pantai Nihi. Pantai Tarakaha terletak di lokasi yang cenderung tertutup, sehingga tak semua orang tahu. Sedangkan Nihi atau Nihiwatu, sudah cukup dikenal dengan keindahannya. Lokasi wisata ini termasuk telah dikelola dengan sangat baik, sehingga salah satu majalah travel internasional, Travel+Leisure, menyebut Hotel Nihiwatu sebagai hotel terbaik pada ajang “World Best Travel Awards” tahun 2016.
Hari 4: merinding di Warinding
Masuk di hari keempat, biasanya para biker sudah mulai beradaptasi dengan lokasi touring. Begitu juga kami. Rasanya Sumba bagai menjadi ‘rumah’ kami: udaranya yang segar, pemandangan yang luar biasa indah, dan orang-orangnya yang ramah. Masih lekat keindahan perjalanan kami tiga hari ke belakang; jalan, pantai, perbukitan dan pemandangan indah seluas mata memandang.
Hari ini kami memutuskan untuk menjelajahi bagian tengah Pulau Sumba. Di bagian tengah, kami dapat menikmati berbagai perkampungan adat khas Sumba, yang terus diperkaya oleh pemandangan indah di kanan kiri jalan. Kami tiba di Kampung Tarung yang berjarak 20 km dari hotel. Perkampungan adat ini adalah salah satu yang terindah yang menggambarkan adat tradisional Sumba. Sayang, pada tahun 2017 lalu, Kampung Tarung mengalami musibah kebajaran.
Dari Kampung Tarung, kami menuju Air Terjung Matayangu. Untuk mendekati lokasi Air Terjun yang berada di dalam Taman Nasional ini, perlu berjalan kaki. Warna air terjun ini biru dengan suasana gunung dan bukit yang indah. Karena tiba di pagi hari, terasa airnya sangat dingin, tapi menyegarkan.
Perjalanan pun dilanjutkan melewati perbukitan Wairinding –85 km dari Air Terjun Matayangu– lalu terus menuju perbukitan Tanarara. Jalur sepanjang 60 km di sini sangat indah. Puas menikmati jalur tengah Pulau Sumba, kami pun memutuskan untuk beristirahat. Kami memilih sebuah hotel di Utara Sumba, sekitar 40 km dari Bukit Tanarara.
Hari ke-5: berkuda di savana
Memasuki hari kelima, yang merupakan hari terakhir kami riding di Sumba, kami sudah persiapkan jalur khusus. Ya, tepat. Rasanya tidak lengkap datang ke Sumba tanpa melihat kuda Sumba.
Perjalanan pertama kami adalah menuju Air Terjun Koalat yang letaknya sekitar 40 km dari hotel. Tentu saja, sebagai penikmat olah raga air, kami semua segera berenang di sana, sambil menikmati dinginnya air Sumba. Setelah bersenang-senang di Air Terjun Koalat, kami pun melanjutkan perjalanan ke Savana Puru Kambera. Pada awal perjalanan, kami hanya sempat menuju ke Pantai Puru Kambera. Setelah menempuh jarak sekitar 80 km, kami tiba di savana atau padang rumput khas Sumba, lengkap dengan sekumpulan kuda di alam liarnya. Di sini kami menikmati keindahan Sumba dengan pemandangan kuda liar berlari-lari di padang savana, mirip seperti di dalam film. Suasana yang tenang dan suara angin bertiup seakan menghipnotis kami. Tak terasa, cukup lama kami menikmati padang savana ini. Teringat oleh kami, bahwa esok kami akan segera meninggalkan Sumba. Sedikit rasa melankolis menyeruput masuk. Namun segera Bro Peter tampak bangkit berdiri, “Lanjut..!” kata pria kalem ini.
Melaju motor di Sumba menjadi sangat istimewa hari ini. Walau tak jauh, kami sangat menikmati pemandangan sepanjang perjalanan kami menuju destinasi berikutnya, yaitu Air Terjun Tanggedu. Lokasi wisata ini terkenal dengan tebing indah yang memagari sungai dan air terjun. Airnya bening, sudah pasti. Yang pasti lagi, tenang dan jauh dari kebisingan yang biasa menemani kami di kota asal kami, Jakarta. Sayangnya jalan menuju Air Terjun Tanggedu belum semuanya mulus. Namun, tetap sangat layak untuk dapat menikmati pemandangan yang sulit didapati di tempat lain ini.
Perjalanan hari ini kami tutup dengan menikmati sore di Pantai Puru Kambera. Esok hari kami akan melanjutkan perjalanan ke Flores dan meninggalkan Sumba. Masih terngiang kata-kata Bro Ferdi, “Bener ini, Sumba keren banget!” Pengalaman touring di Sumba sangat istimewa, baik pemandangannya, jalannya, rumah adatnya, pantai dan air terjunnya. Setiap kali berswafoto, rasanya seperti menghasilkan foto lukisan. Yang jangan dilewatkan adalah petualangan kuliner. Makanannya sungguh luar biasa, Bro. Penggemar daging merah pun rasanya bakal gemar makan ikan di sini. Segar dan menyehatkan. Pulau ini wajib dijelajahi para bikers.
Walau sudah lima hari di Sumba, namun tetap saja rasanya belum cukup. Masih banyak tempat yang belum kami jelajahi. Sayangnya, jadwal Ferry menuju Flores, tujuan jelajah kami berikutnya, sudah menunggu. Tapi, sekali lagi, seperti kata kaos cindera mata yang kami dapat di dekat hotel: “Don’t die before adventure to Sumba”. Jangan lewatkan petualangan di Pulau Sumba! Satu lagi: bangga, Bro! Indahnya Indonesia Tanah Air kita! Terima kasih Tuhan untuk Sumba.
(Oleh: Eki, sebagaimana diceritakan oleh Hamzah Fansuri, Ferdi, Peter Sinarta. Image: Hamzah Fansuri)
Tips:
- Bagi para biker, pilihan yang cukup nyaman, aman dan ekonomis untuk mencapai Sumba adalah dengan menggunakan kapal Pelni Egon dari Surabaya menuju Pelabuhan Waingapu. Perjalanan memang cukup lama yaitu 3 hari 2 malam.
- Kondisi jalan di jalur wisata motor di Sumba cukup lengkap: ada jalan aspal maupun gravel (batu kerikil), ada pula jalan yang cukup menantang. Penyuka tikungan akan cukup puas di sini, namun jangan takut, jalan lurusnya juga banyak, dan indah pemandangan kanan kirinya.
- Sepanjang yang kami temui, bahan bakar di Sumba hanya berjenis pertalite dan premium.
- Saran kami, gunakan motor tipe adventure untuk kenyamanan
- Kondisi jalan menuju air terjunnya agak kurang bagus, yaitu banyak jalan berbatu, sekitar 20%.
- Lakukan koordinasi atau laporan dengan pihak Kepolisian dan penduduk setempat sebelum menjelajahi suatu wilayah.
- Jangan lupa untuk tetap menerapkan safety riding, dan selalu saling menghargai dengan pengguna jalan yang lain (walau jalan cukup sepi) serta penduduk setempat.
- Jangan lupa kamera, kalau perlu gopro, drone, atau video. Pengalaman ini sungguh layak direkam dalam gambar.
Leave a Reply